Jumat, 10 Februari 2012

Happy birthday Sahab

        Aku berharap aku bisa pergi bersamamu ke padang rumput yang hijau di bukit. Kita berdua akan mendaki ke puncak lalu melihat langit biru di sana. Aku akan memakai baju yang ringan agar saat angin bertiup kencang, tubuhku akan seperti sedang berkibar. Akan kubiarkan rambut hitam panjangku terurai dan disinari matahari yang hangat.  Aku juga akan mengingatkanmu untuk memakai topimu, agar saat topi itu terbang terbawa angin kita bisa saling berlomba untuk menangkapnya. Aku akan membawa sekotak tisu untuk kita bermain. Kita akan menerbangkan tisu-tisu itu ke langit bersama angin yang mengalir, sehingga mereka akan tampak seperti kupu-kupu putih yang sedang terbang dan aku harap kau akan tersenyum saat melihatnya. Aku ingin melihat senyuman hangatmu lagi, walaupun jika memang itu akan menjadi yang terakhir kali untukku.
         Pada akhirnya aku hanya dapat melihat punggungmu yang terbalut jaket hitam menjauh menuruni bukit. Tunggu! aku belum selesai. Ada sesuatu yang ingin kuucapkan. Tunggu!! Saat aku mengejarmu aku justru tersungkur ke semak belukar dan membuat lututku terluka. Kau terus berjalan menjauh tanpa sedikitpun melirik ke belakang. Tunggu Sahab.. tunggu.. aku mulai menangis sambil menahan sakit dari lututku dan entah ada rasa sakit lain tapi aku tak tahu jelas itu dimana. Perasaan seperti mencekik dan membuatku sesak nafas. Kupukul-pukul kakiku yang berdarah itu. Kenapa? kenapa harus disaat sepenting ini aku harus jatuh? Kenapa? Kenapa disaat aku hendak mengucapkan “Selamat ulang tahun” padamu kau justru pergi? Alasan yang konyol memang, tapi itu tetap membuatku menangis. Aku tahu, pemandangan di bukit dan permainan tisuku itu terlalu konyol untukmu. Tapi aku hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun padamu. Selamat ulang tahun Sahab. Aku masih menunggumu di bukit dengan kakiku yang berdarah.

-Rea-
(repost from my second blog)
01 Oktober 2011




Tidak ada komentar:

Posting Komentar