Estetika itu menggurat di megahku yang sedikit abu-abu
Terpaku, ya aku memang selalu begitu dalam memandangnya
Terdiam
Berharap seolah waktu akan berjalan seperti merajai
Dan kenapa?
Lagi-lagi sebuah kalimat tak terdefinisi memaksa keluar
Membuat setegah dari otakku harus memutar film yang telah usang
Menontonnya lagi dalam proyeksi waktu
Biarkan saja dan kulanjutkan saja jalannya kendaraan ini
Masih, walaupun harus dengan setengah gila
Ya, kita memang gila bukan?
Karena terobsesi pada apa yang jemu dan semakin semu
Apa ? apakah itu punggungmu?
Entahlah, kami tidak dapat menjawab
Dan kenapa harus saya?
Lagi-lagi kalimat tanpa definisi pasti
Terambang bersama mendung dan hujan
Mengalir bersama awan dan angin
Entah menuju hilir atau muara
Dan terkadang membentuk pusaran dan terkadang tersesat
Deras
Ya, entah hujan atau waktu yang begitu merenggutmu
Menyitamu dari 2 butir bulatan gelap yang ada di tengkorakku
Pernahkah? Ingatkah?
Jika anda tidak, tapi langit iya
jika langit iya maka aku pun juga
Walaupun yakin sudah berbeda
Setidaknya jawablah dengan definisi pastimu
Agar waktu tidak mencekikku
Tidak lagi.
Waah.. Tidak terasa, ternyata sudah 5
bulan lebih berlalu sejak hari itu ya ?
Hahaha :D
Sebenarnya, garing sekali sih karena saya baru membuat posting tentang drama “The
Phantom of The Opera” yang saya mainkan dan sebenarnya sudah lama berlalu ini.
Tapi, saya jadi terdorong membuat posting ini lantaran habis mendengarkan lagu All I Ask of You yang merupakan lagu
yang dinyanyikan oleh Cliff Richard & Sarah Brightman, yang berperan sebagai
Raoul dan Christine dalam drama The Phantom of The Opera yang tentu drama yang
sesungguhnya dan jelas bukan merupakan drama abal bin amatir yang saya dan
teman-teman saya perankan.
Saya masih ingat betul tempat-tempat mana
saja yang waktu itu sempat saya atau lebih tepatnya kami pakai untuk latihan.
Di kelas CI-1, di koridor CI-1, di kelas CI-2, di depan gudang penyimpanan
alat-alat olah raga, di kelas yang ada di dekat WC laki-laki dan saya sendiri
pun tak tahu itu kelas berapa, di rumah saya dan yang terakhir di sebuah
ruangan yang entah apa namanya, yang jelas ruangan itu ada di samping tangga
menuju kelas BI, XII.IPA CI dll. Dan di tempat-tempat itulah kami berlatih
drama. Tapi bukan hanya berlatih, banyak kejadian yang sampai sekarang pun
masih saya ingat. Mulai dari kejadian lucu, marah-marah, ngomel-ngomel, bahkan
ada pemainnya yang sampai cinlok. Hahaha, pokoknya seru deh.
Jadi waktu itu awal ceritanya begini,
kelas CI-1 diberi tugas oleh guru bahasa Inggris untuk menampilkan sebuah drama.
Pertama kali mendengar tugas itu, saya dan Yuan yang merupakan teman sebangku
saya saat itu sudah tersenyum-senyum sendiri. Maklum, kami memang suka dengan tugas-tugas
macam beginian. Jadi kami tidak banyak membuang waktu lagi dan langsung saja
berdiskusi tentang drama apa yang akan kami tampilkan. Sebenarnya, dulu saya
sama sekali tidak tahu The Phantom of The Opera itu apaan dan memang saat itu
saya tidak tertarik. Tapi sekarang beda lagi ceritanya.
Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya
Saya, Yuan, dan Feby (teman saya juga) setuju untuk mementaskan drama itu yang tentu di ubah versi kami sendiri. Lalu mulailah kami
membagi peran-peran pemain. Awalnya pembagian pemainnya adalah seperti ini :
Christine : Feby Raoul : Yuan Phantom : Saya
Tapi setelah dikonfirmasi lagi oleh guru bahasa Inggris kami, ternyata peran
laki-laki harus dimainkan oleh laki-laki. Saya sempat tidak terima saat itu,
soalnya saya sudah berlatih menjadi Phantom dan bahkan sudah hampir hapal
dialognya. Tapi yaa… mau diapakan lagi kan ? Akhirnya guru kami itu
mengintruksikan kami untuk bekerja sama dengan CI-2 yang isinya laki-laki
semua.
Walaupun sempat kebingungan, tapi akhirnya
kelompok saya tidak mau banyak kehilangan waktu dan mulai bergerak mencari
pemain. Kami taruh selembar kertas yang merupakan kertas absen kelas CI-2 di atas meja.
Rasanya dari ke-20 anak di CI-2 hampir setengahnya masih asing untuk saya. Ya…
waktu itu CI-1 dan CI-2 memang masih belum saling mengenal, padahal kelas kami
bersampingan. Saya menconteng beberapa nama yang sekiranya cocok menjadi pemain
di drama kami. Saya lupa siapa saja yang waktu itu menjadi calon pemain yang
jelas kami mencocokan dari segi tinggi, perkiraan kemampuan, dan perkiraan
kemampuan bekerja sama. Dan alhasil beginilah susunan pemainnya :
Christine : Feby Raoul : Arief Phantom : Yusuf Charlotta : Saya Phillipe : Adhera Reyer : Hazim Meguairre : Marshella Madame Giry : Nurina Mr. Joseph : PH Mrs. Joseph : Shakilla Narator : Yuan
Sebenarnya saya cukup salut dengan
kelompok saya sendiri. Pertama, kelompok saya merupakan kelompok yang paling
sering dan paling rajin latihan. Kedua, drama kami adalah drama yang paling
panjang diantara drama kelompok lain. Ketiga, kami rela berkostum paling aneh
diantara kelompok lainnya dan yang terakhir, kami merupakan satu-satunya
kelompok yang menampilkan sedikit gerakan dansa. Kebetulan waktu itu di drama
kami memang terdapat kutipan adegan saat masquerade
party.
Saya tidak ingat pasti sih berapa lama
kami menghabiskan waktu untuk latihan, tapi yang jelas hampir setiap hari dalam
seminggu, kelompok saya berlatih dan merelakan diri untuk pulang sangat sore. Tapi
justru karena latihan itulah kami bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.
Kelompok kami dinobatkan menjadi kelompok terbaik, dan bukan hanya itu. Aktor
dan aktris terbaiknya juga berasal dari kelompok kami, yaitu Yusuf dan Feby.
Sebenarnya agak nyesek juga sih waktu tau Yusuf jadi aktor terbaik, lantaran
sebenarnya menurut Feby peran Phantom lebih bagus saat dimainkan oleh saya.
Tapi lagi-lagi ya mau bagaimana lagi. Toh saya diciptakan menjadi perempuan
yang harus memainkan peran perempuan juga di drama ini. Tapi tetap ada rasa
kebanggaan tersendiri, karena yang melatih Yusuf sampai bisa menjadi macam itu
adalah saya, hahaha :D Tapi tentu saja itu tidak lepas dari kemampuan Yusuf
sendiri dalam memainkan perannya, saya hanya membantu ia menunjukan
kemampuannya itu.
Saat kami pentas, banyak sekali terdapat
kekacauan. Mulai dari properti yang hilanglah, lupa dialoglah, kesalahan
pemainlah, bahkan sampai keterbatasan waktu yang memaksa kami memotong drama
kami dan langsung melanjutkan di bagian akhir. Padahal waktu itu belum klimaksnya
-_- aaaaaaaaaaa~
Ya… yang berlalu biarlah berlalu. Saya bersyukur
pernah mengenal dan satu kelompok dengan teman-teman sekelompok saya ini. tanpa
tugas drama ini, mungkin saya tidak akan dapat mengenal mereka dengan baik,
terutama untuk Hazim, Adhera dan Yusuf. Gara-gara drama ini setidaknya saya
cukup tahu mereka seperti apa. Oh iya, selain itu gara-gara drama ini juga saya
jadi mengenal Kakak. Saya masih ingat dengan jelas kapan saya pertama kali
saling berbicara dengan Kakak, dan pertama kali tahu nama Kakak. Ya… pokoknya
drama waktu itu sangat meninggalkan kesan deh. Nah, berikut ini beberapa foto saat-saat latihan drama kelompok saya...
Ini saat latihan di kelas yang deket WC laki-laki yang saya juga tak tahu apa nama kelasnya. Dari kanan atas (Feby, saya, Arief), dari kanan bawah (Hazim, PH)
Di kanan, Feby (pemeran Christine), di kiri, Yuan (pembuat naskah dan narator)
Dari kanan, Yusuf (pemeran Phantom) dan saya (pemeran Charlotta)
Saya masih ingat kejadian itu.
Tepatnya dini hari, saat langit benar-benar masih gelap seperti malam. Masih
pekat. Dingin menusuk-nusuk sampai nafasku jadi putih. Mataku masih
berkunang-kunang karena baru bangun tidur. Aku melangkahkan kaki ku menuruni tangga-tangga
yang dingin kesepian, memalalui sebuah lampu taman yang sedikit redup dan
berdiri kedinginan. Aku masih terdiam, terus berjalan dengan pikiran yang beku
karena dingin. Berjalan diantara jalan yang menurun dan berbatu. Kulihat
teman-temanku sedang duduk sambil menggosok-gosok badannya karena kedinginan.
Tapi mereka tetap tersenyum. Entah apa yang membuat mereka seperti itu. Awalnya
aku bahkan tidak sadar sedikitpun, tapi saat aku mendongak aku baru sadar.
Bintang… Yaa, Bintang yang sangat banyak dan berhamburan di langit. Seperti
taburan gula yang tumpah di atas kain hitam yang megah. Berkelap-kelip.
Bercahaya. Dan entah karena alasan yang tidak jelas aku merasa bahagia. Sejenak
kubiarkan wajahku ditimpa angin. Kuhirup udara sebanyak yang kubisa. Memejamkan
mata sejenak. Lalu membuka mata lagi. Rasanya saat itu aku ingin terus
mendengak dan terus akan seperti itu. Beberapa teman lain memperhatikan
tingkahku, lalu mereka juga mulai mendongak. Ya, kami kagum pada sebuah
pemandangan ajaib yang jarang kami dapatkan sebelumnya. Langit begitu bersih
dan bintang begitu cerah.
Kubiarkan
senyuman mengembang di pipi ku ini, ya walaupun samar karena kegelapan. Lalu
dari pada aku diam dan menikmati pemandangan ini sendirian akhirnya aku
memanggil teman-teman yang lain. Beberapa dari orang yang aku panggil ikut ke
tempat aku berada dan lalu kami mendongak bersama-sama. Takjub bersama-sama.
Walaupun saya tahu mata saya buruk dalam melihat di kegelapan, tapi saya yakin
penglihatan saya yang kali ini tidak salah. Bukan hanya bintang yang menarik
perhatian mata gelap saya, tapi ada sosok lain. Ia, seseorang dengan jaket
putih juga sedang ikut mendongak. Saya tidak bisa melihat wajahnya dengan
jelas, ya, dan memang tidak akan bisa jelas jika aku melihat dengan mataku yang
cacat. Tapi saya yakin, itu adalahKakak.
Ya, kami menikmati Bintang bersama.
Hampir
sebulan sejak kejadian berkesan itu telah berlalu, dan di sinilah aku sekarang.
Duduk di depan laptop sambil memasang Headphone. Membuka Youtube, lalu
menemukan sebuah video yang hmm.. bisa dibilang mengingatkan saya. Saya putar
video itu berulang-ulang. Saya cari lirik lagunya, dan saya cari makna tersirat
dari lagu ini, dan saya lagi-lagi tertegun. Lagu ini memang benar-benar
mengingatkan saya pada kejadian itu. Kejadian paling menyenangkan. Suatu
ingatan saya bersama sosok bintang.
六等星の夜
Rokutousei no Yoru
Night of Sixth Magnitude Stars
Lyrics: aimerrythm
Music/Arrangement: Tobinai Masahiro
Vocal: Aimer
kizutsuita toki ha sotto tsutsumi konde
kuretara ureshii
koron de tate nai toki ha sukoshi no yuuki wo
kudasai
When I'm wounded, it would make me really happy if you could gently embrace me.
When I stumble and can't stand up, please give me some of your courage.
omoi ha zutto todokanai mama kyou mo
tsumetai machi de hitori koko ga doko kamo omoi dase nai My thoughts still can't reach you; I'm still wandering alone in this cold street.
I can't even remember where this place is.
owaranai yoru ni negai ha hitotsu "
hoshi no nai sora ni kagayaku hikari wo " modorenai basho ni suteta mono de sae umare
kawatte ashita wo kitto terasu hoshikuzu no naka de anata ni deae ta itsuka no
kimochi no mama aetara yokatta modoranai kako ni naita koto de sae umare kawatte
ashita wo kitto terashite kureru
In this endless night, I have only one wish: "Let there be shining light in the starless sky."
Even the things I threw away into places of no return will eventually radiate and illuminate tomorrow. I was able to meet you in the stardust. It would have been great if my feelings had stayed unchanged. I wept to my unreturning past, but my tears will eventually radiate and illuminate my tomorrow for me.
nemurenai toki ha sotto te wo tsunaide
kuretara ureshii yoake ha kuru yoto sasayaite ite uso demo iikara
When I'm unable to sleep, it would make me really happy if you could gently grip my hand.
Please quietly assure me that morning will come, even if it's a lie.
negai ha zutto kanawanai mama konya seiza wo
tsuresatte kiete shimatta mou,modorenai
...
My wish is still unfulfilled. Tonight, I have taken the constellation with me
and disappeared completely. It's already impossible for me to go back...
owaranai yoru ni negai ha hitotsu "
hoshi no nai sora ni kagayaku hikari wo " ima ha toosugite hakanai hoshi demo umare kawatte
yozora wo kitto terasu hoshikuzu no naka de deae ta kiseki ga hitogomi no
naka ni mata mienakunaru modoranai kako ni naita yoru tachini tsugeru
sayonara ashita ha kitto kagayakeru youni In this endless night, I have only one wish: "Let there be shining light in the starless sky."
Even a star too distant to be visualized clearly will eventually radiate and illuminate tomorrow. Our miraculous encounter in the stardust will be blurred out by the crowds of people again. I bid goodbye to my unreturning past and the nights of weeping, so that tomorrow I'll be able to shine.
konna chiisana seiza nanoni koko ni ita koto
kitsuite kurete arigatou I thank you, for having found me even though I am such a small constellation.
owaranai yoru ni
negai ha hitotsu " hoshi no nai sora ni kagayaku hikari wo " modorenai basho ni suteta mono de sae umare
kawatte ashita wo kitto terasu hoshikuzu no naka de anata ni deae ta itsuka no
kimochi no mama aetara yokatta modoranai kako ni naita koto de sae umare kawatte
ashita wo kitto terashite kureru
In this endless night, I have only one wish: "Let there be shining light in the starless sky."
Even the things I threw away into places of no return will eventually radiate and illuminate tomorrow. I was able to meet you in the stardust. It would have been great if my feelings had stayed unchanged. I wept to my unreturning past, but my tears will eventually radiate and illuminate my tomorrow for me.
Note: Stars visible from Earth can
be categorized based on the level of their brightness. This categorization is
called "apparent magnitude" (m). Sixth magnitude stars are the dimmest stars still
observable by naked eyes.
Siang itu aku
sengaja berlari ke kelasmu dan yang kulihat hanyalah bangku-bangku yang kosong,
lalu aku kembali berlari dan melihatmu sedang berusaha memalingkan wajahmu
padaku. Berusaha berlari dariku. Kau menutupi sesuatu. Katakanlah Sahab !
katakanlah..
aku khawatir
sekali waktu itu, aku takut sesuatu yang berat menimpamu dan kau tidak mau
memberitahukannya padaku. Ternyata aku salah. Akulah yang ditimpa. Kau ucapkan
dengan nadamu yang setengah menyesal bahwa kau tidak bisa melanjutkan
hubunganmu denganku. Aku terdiam sesaat. Lalu rasa sesak mulai menjalar ke
dadaku kemudian kekuatan di kakiku berangsur-angsur melunglai. Kutahan itu. Aku
mengangguk menyetujui kemauanmu. Sebelum kau pergi aku tersenyum pahit untuk
sesaat lalu kau meninggalkanku di tempat itu tanpa mengantarku pulang ke tempat
awalku.
Betapa menyedihkan
aku saat itu, aku menangis bersama suara gemuruh hujan di atas atap. Berusaha
untuk sesaat mengambil nafas lagi tapi terlalu sesak. Aku terlalu merasa
menjadi perempuan sehingga aku harus menangis untuk laki-laki. Aku marah saat
itu. Marah sekali. Tapi aku tidak tahu karena apa. Sebelum aku tidur di malam
itu aku terus menangis dan merutuki diriku sendiri sampai akhirnya mataku lelah
lalu aku tertidur. Keesokan harinya aku terbangun lebih cepat, dan saat aku
terbangun aku teringat tentang kejadian itu. Aku berusaha mengingat apakah hal
kemarin merupakan mimpi buruk atau kenyataan yang sebenarnya jauh lebih buruk,
dan Tuhan memang telah memberi jalan bahwa hal itu bukan kebohongan. Ada rasa
sesak yang tak pernah kurasakan sebelumnya di saat bangun tidur. Aku sangat
berharap waktu itu hanya mimpi buruk, ataupun jika memang hal itu
kenyataan aku ingin terus tertidur. Karena saat itulah aku merasa dapat
beristirahat, karena hanya di saat itulah aku dapat melihat kegelapan tanpa
bayangan punggungmu yang semakin menjauh.
Hujan semalam
seperti telah membawakan kabar buruk, dan lewat Sahab lah kabar tersebut
datang. Berbulan-bulan aku masih terdiam di sudut ruangan gelap dimana kau
meninggalkanku. Menangis di sana seperti anak kecil. Beberapa waktu setelah itu
tesebar kabar berita bagus. TAPI TIDAK UNTUKKU. Sahab telah menjalin hubungan
dengan kaoru. BAGUS. ITU SANGAT BAGUS. Dan aku kembali menangis lagi di tempat
yang sama tanpa seorang pun menemani. Akhirnya aku lelah, yang bisa kuraih
hanyalah sebilah pisau berkarat yang kusayat-sayat dengan tanganku sendiri ke
tubuhku. SAKIT. BERDARAH, LALU LUKA ITU MEMBUSUK.
Perlahan kuputar
sekilas kenanganmu di benakku, aku tersenyum lalu menangis lagi. Kuingat
sejenak wajahmu yang murung, aku bersedih lalu aku menangis lagi. Ku ingat
sedikit kata-katamu, hatiku bergetar lalu menangis lagi. Tidak ada yang
merangkulku. Tidak ada memelukku. Aku hanya berusaha tersenyum ketika
teman-teman mimpiku menanyakan keadaanku. Lalu setelah mereka bertanya aku akan
menangis lagi. Kalian tahu ? pisau berkarat itu masih menancap di sini. Aku
tidak mungkin tidak apa-apa.
Suatu waktu aku
merasa sangat lelah. Aku pergi menjauhi mereka (Tj) untuk mencari tempat sepi.
Lalu aku menangis di sana. Aku malu jika aku harus menangis di depan mereka.
Aku malu mengakui bahwa aku lemah. Aku takut aku marah pada kalian hanya karena
kalian tidak dapat mengerti situasi dan selalu harus bertanya. Karena
pertanyaan kalian lah yang membuatku menangis ?
Terkadang aku juga
merasa sangat marah. Aku menodongkan pisauku kepada siapa saja. Aku berusaha
menyerang ke segala arah di dalam kegelapan, dan berharap bisa menusuk Sahab
atau Kaoru. Tapi kalian(Tj) lah yang ternyata berdiri di dekatku, sehingga aku
menyakiti kalian.
Akhirnya kusimpan
pisau itu untukku diriku sendiri sekarang. Biar saja kutusukkan pisau itu ke
ubun kepalaku sendiri, supaya kalian tidak ada yang terluka.
Aku trauma, dan aku butuh waktu lama untuk sembuh.
Bahkan sekarang pun aku masih belum sembuh, SEDIKITPUN.
Beberapa pekan yang lalu, saya, atau lebih tepatnya kami
yaitu anggota dari kelas akselerasi angkatan ke-2 di SMAN 1 Cikarang Utara
telah mengadakan sebuah perjalanan wisata ke Bandung yang dilakukan setelah
kami menghadapi UAS. Sungguh menyenangkan. Sangat berkesan dan sangat-sangat
berkesan sebetulnya. Bukan hanya karena ini adalah perjalanan pertama yang
dilakukan kelas CI 1 dan CI 2 secara bersama-sama, tapi juga karena perjalanan
ini di adakan berdasarkan usaha kami yang sangat gigih.
Sebenarnya, acara disana tidak terlalu berjalan dengan
lancar. Tapi jujur, saya tidak akan pernah menyesal telah ikut dalam perjalanan
ini. Banyak kesan-kesan yang belum saya lupakan sampai sekarang, salah satunya
adalah sebuah lagu berjudul “Kulakukan Semua Untukmu” yang dinyanyikan oleh
RAN. Sebenarnya, lagu itu sudah saya dengar sebelumnya, tapi saya hanya
menganggap lagu ini ya hanya sekedar sebuah lagu saja. Tidak lebih. Tapi
sekarang sudah beda lagi ceritanya. Semua itu berawal dari teman saya yang
bernama Steve. Kebetulan, dia menyanyikan lagu ini sambil bermain gitar saat
perjalanan kami menuju villa. Pertama mendengar sih awalnya hanya sayup-sayup
saja, tapi setelah saya telaah lagi, ternyata ada suara lain diantara suara
steve dan permainan gitarnya itu. Ya, suara seseorang yang saya kenal tentunya
dan entah saya bisa dikatakan akrab atau tidak dengan orang itu. Yang jelas,
itu adalah saat pertama kali saya mendengar langsung orang itu bernyanyi. Ya...
Walaupun tetap perlu di tekankan, bahwa suaranya hanya terdengar sayup-sayup di
telinga saya. Tapi ya ampun... Entah sepertinya saya sedang kenapa, yang jelas
ada guratan-guratan aneh yang muncul di pipi saya. Terlalu aneh, dan mulai
membuat saya terus ingin tersanyum. Sampai-sampai rasanya otot pipi saya terasa
pegal. Hahahaha, mungkin saya sedang blushing saat itu. Hmm... Padahal itu
hanya suara ya? Tapi, ya biarlah. Toh, tidak ada yang melarang saya juga kan?
Hehe
Jadi... Ya, mungkin semua itu adalah alasan yang membuat
saya jadi sangat suka dengan lagu ini. Agak konyol memang. Dan benar-benar
konyol sebetulnya. Tapi apa saya salah? Toh lagu ini aslinya juga memang bagus,
dan makna liriknya cukup mengena buat saya.
Oke
lah oke, sudah cukup cincong sana-sini nya ya... Saya mau berbagi aja deh lirik
lagunya...