Rabu, 07 Maret 2012

FURONTARU!!

Siang itu aku sengaja berlari ke kelasmu dan yang kulihat hanyalah bangku-bangku yang kosong, lalu aku kembali berlari dan melihatmu sedang berusaha memalingkan wajahmu padaku. Berusaha berlari dariku. Kau menutupi sesuatu. Katakanlah Sahab ! katakanlah..

        aku khawatir sekali waktu itu, aku takut sesuatu yang berat menimpamu dan kau tidak mau memberitahukannya padaku. Ternyata aku salah. Akulah yang ditimpa. Kau ucapkan dengan nadamu yang setengah menyesal bahwa kau tidak bisa melanjutkan hubunganmu denganku. Aku terdiam sesaat. Lalu rasa sesak mulai menjalar ke dadaku kemudian kekuatan di kakiku berangsur-angsur melunglai. Kutahan itu. Aku mengangguk menyetujui kemauanmu. Sebelum kau pergi aku tersenyum pahit untuk sesaat lalu kau meninggalkanku di tempat itu tanpa mengantarku pulang ke tempat awalku.

Betapa menyedihkan aku saat itu, aku menangis bersama suara gemuruh hujan di atas atap. Berusaha untuk sesaat mengambil nafas lagi tapi terlalu sesak. Aku terlalu merasa menjadi perempuan sehingga aku harus menangis untuk laki-laki. Aku marah saat itu. Marah sekali. Tapi aku tidak tahu karena apa. Sebelum aku tidur di malam itu aku terus menangis dan merutuki diriku sendiri sampai akhirnya mataku lelah lalu aku tertidur. Keesokan harinya aku terbangun lebih cepat, dan saat aku terbangun aku teringat tentang kejadian itu. Aku berusaha mengingat apakah hal kemarin merupakan mimpi buruk atau kenyataan yang sebenarnya jauh lebih buruk, dan Tuhan memang telah memberi jalan bahwa hal itu bukan kebohongan. Ada rasa sesak yang tak pernah kurasakan sebelumnya di saat bangun tidur. Aku sangat berharap waktu itu hanya mimpi buruk, ataupun  jika memang hal itu kenyataan aku ingin terus tertidur. Karena saat itulah aku merasa dapat beristirahat, karena hanya di saat itulah aku dapat melihat kegelapan tanpa bayangan punggungmu yang semakin menjauh.

Hujan semalam seperti telah membawakan kabar buruk, dan lewat Sahab lah kabar tersebut datang. Berbulan-bulan aku masih terdiam di sudut ruangan gelap dimana kau meninggalkanku. Menangis di sana seperti anak kecil. Beberapa waktu setelah itu tesebar kabar berita bagus. TAPI TIDAK UNTUKKU. Sahab telah menjalin hubungan dengan kaoru. BAGUS. ITU SANGAT BAGUS. Dan aku kembali menangis lagi di tempat yang sama tanpa seorang pun menemani. Akhirnya aku lelah, yang bisa kuraih hanyalah sebilah pisau berkarat yang kusayat-sayat dengan tanganku sendiri ke tubuhku. SAKIT. BERDARAH, LALU LUKA ITU MEMBUSUK.

Perlahan kuputar sekilas kenanganmu di benakku, aku tersenyum lalu menangis lagi. Kuingat sejenak wajahmu yang murung, aku bersedih lalu aku menangis lagi. Ku ingat sedikit kata-katamu, hatiku bergetar lalu menangis lagi. Tidak ada yang merangkulku. Tidak ada memelukku. Aku hanya berusaha tersenyum ketika teman-teman mimpiku menanyakan keadaanku. Lalu setelah mereka bertanya aku akan menangis lagi. Kalian tahu ? pisau berkarat itu masih menancap di sini. Aku tidak mungkin tidak apa-apa.

Suatu waktu aku merasa sangat lelah. Aku pergi menjauhi mereka (Tj) untuk mencari tempat sepi. Lalu aku menangis di sana. Aku malu jika aku harus menangis di depan mereka. Aku malu mengakui bahwa aku lemah. Aku takut aku marah pada kalian hanya karena kalian tidak dapat mengerti situasi dan selalu harus bertanya. Karena pertanyaan kalian lah yang membuatku menangis ?

Terkadang aku juga merasa sangat marah. Aku menodongkan pisauku kepada siapa saja. Aku berusaha menyerang ke segala arah di dalam kegelapan, dan berharap bisa menusuk Sahab atau Kaoru. Tapi kalian(Tj) lah yang ternyata berdiri di dekatku, sehingga aku menyakiti kalian.

Akhirnya kusimpan pisau itu untukku diriku sendiri sekarang. Biar saja kutusukkan pisau itu ke ubun kepalaku sendiri, supaya kalian tidak ada yang terluka.

Aku trauma, dan aku butuh waktu lama untuk sembuh. Bahkan sekarang pun aku masih belum sembuh, SEDIKITPUN.



27 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar